Dugaan Pungli Biaya PTSL di Ngawi,Pakar Hukum Handoko Jepang : Penegak Hukum Ngawi Harusnya Menindaklanjuti

Detikindo24.com // NGAWI – Menanggapi Dugaan Pungli Biaya PTSL tahun 2023 hingga jutaan rupiah yang dialami warga Desa Gunungsari, kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Praktisi Hukum Handoko SJ,SH,.MH Anggota  Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) yang juga mantan Aktivis Anti Korupsi angkat suara.

Demi Penegakkan Hukum Pemberantasan Korupsi, Handoko menghimbau Aparat Penegak Hukum di wilayah Ngawi sudah seharusnya menindaklanjuti perkara Dugaan Pungli tersebut.

Penegakan hukum tersebut bersifat penting, pasalnya, sebagai upaya agar menjadi pelajaran kepada pihak-pihak yang lainnya tidak melakukan perbuatan yang sama.

Meski sudah ada pengembalian, lanjut handoko, justru itu menjadi bukti telah terjadinya Pungutan Liar. Apa lagi dalam pengembalian tersebut ada bukti tertulisnya.

“Dengan bukti pengembalian yang ditànda tangani oleh Panitia tersebut menjadi bukti surat dan pengakuan. Itu justru menjadi alat bukti yang kuat telah terjadi perbuatan pidananya,”jelas Handoko.

Atas kejadian tersebut, Handoko menegaskan, Panitia PTSL dan Perangkat Desa sudah menyalahgunakan wewenang dengan menarik biaya hingga jutaan rupiah kepada para warga selaku peserta pemohon PTSL tersebut.

“Itu sudah terjadi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dalam menangani program PTSL tersebut,” ungkap Handoko, Kamis (4/5/2023)

Menurut Handoko, sudah sangat jelas Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yaitu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Nomor 34 Tahun 2017.

Senada pernyataan Handoko tersebut dengan yang disampaikan Murtoyo Kasi Bidang Yuridis BPN Ngawi, saat Redaksi detikindo24.com menghubunginya Rabu (3/5/2023).

“Karena permasalahan yang sama seperti ini hampir setiap tahun di Ngawi terjadi,  Diantara desa yang lain, dalam permasalahan ini Desa Gunungsari memang terhitung sangat bandel” Pungkasnya

Eigenrichting,Tindakan Polres Nganjuk Sudah Tepat

Eigenrichting,Tindakan Polres Nganjuk Sudah Tepat

Oleh: Dr. Wahju Prijo Tjatmiko

Nganjuk, detikindo24.com – Akhir-akhir ini, budaya main hakim sendiri (eigenrichting) mengemuka di seluruh pelosok tanah air.

Hal tersebut tentunya menjadi fenomena budaya hukum yang sangat memiriskan hati.

Seperti Kasus eigenrichting (vigilante justice) yang berujung maut juga terjadi di Desa Blongko, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Kejadian dimana JA (60) seorang pria warga desa setempat tewas dikeroyok massa lantaran dicurigai sebagai pelaku pencurian kambing.

Kita ketahui terkait kasus yang terjadi di Kab. Nganjuk sudah di respon oleh Satreskrim Polres Nganjuk yang  menjerat para pelaku terkait pengeroyokan yang menyebabkan korban meninggal dunia dengan Pasal 170 ayat (3) KUHP serta Pasal 406 KUHP dan terkait upaya pembakaran barang milik korban sangat perlu diapresiasi dan sudah tepat sekali.

Sedangkan menanggapi semua pelaku kriminal yang tertangkap massa dihakimi dengan cara yang sadis, dianiaya sekalipun, padahal dia hanya mencuri seekor ayam saja.

Bahkan di suatu desa di Jawa Timur telah ada kesepakatan sosial lokal (gewoonterecht) bagi pencuri sapi yang tertangkap. tiada lagi hukuman yang adil baginya kecuali dibakar sampai ‘meng-arang’ dengan ban terbakar yang dikalungkan di lehernya.

Tentu atas tindakan seperti itu, Beberapa pertanyaan yang mendasar menyeruak di pikiran kita:

1). Mengapa masyarakat kita berbudaya hukum seperti itu?

2). Mengapa hukum kita (ius constitutum) sebagai sarana pengendali sosial tidak mampu mencegah vigilante justice ini….?.

Padahal pada tataran ‘modern human civilization’ norma hukum dibutuhkan untuk mengatur ketertiban dan kepatuhan masyarakat agar harmoni dan keteraturan sosial itu tercapai. Bila budaya main hakim ini dibiarkan maka terkikislah kedahsyatan hukum sebagai institusi sosial yang mengatur kehidupan masyarakat.

Disamping itu, LKHPI berharap agar analisis secara komprehensif perlu dilakukan oleh Penyidik untuk mengungkap fenomena dibalik kejadian tersebut. Penetapan status tersangka terhadap para pengeroyok oleh Polri merupakan respon yang tepat karena tindak pidana pembunuhan merupakan kejahatan yang paling serius terhadap kemanusiaan. Menghilangkan nyawa manusia merupakan kejahatan yang sangat berat dan dianggap sebagai perbuatan yang tidak berkemanusiaan. Dalam konteks ini, pihak kepolisian telah mewujudkan adanya upaya perlindungan kepentingan hukum atas kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen het leven).

Polri dalam mengemban fungsi utama tugas pokoknya sebagaimana amar Pasal 13 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara menyatakan bahwa,  Polisi bertugas untuk memelihara Harkamtibmas, menegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan demikian, himbauan Polres Nganjuk untuk mendorong masyarakat melaporkan informasi adanya tindak pidana di wilayah hukum Kabupaten Nganjuk merupakan semangat protagonis Polri dalam mengemban tugas Harkamtibmasnya.

Pakar Hukum Tanggapi Proyek Perpustakaan Kab.Nganjuk Melampui Tahun Anggaran

Kabupaten Nganjuk,detikindo24.com – Bersumber dari APBN Rp 7.623.393.949.48, Pembangunan Gedung fasilitas Pelayanan Perpustakaan Dinas Arsif dan perpustakaan Kabupaten Nganjuk menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Pasalnya, Dugaan sementara yang diperbincangkan sebagian besar  oleh kalangan masyarakat Kab.Nganjuk adalah terkait diduga pembayaran lunas dan pelaporan proyek selesai, padahal faktanya proyek baru rampung sebesar 70%.

Diketahui, proyek pembangunan fasilitas publik yang dimulai pada 11 Juli 2022 dan direncanakan selesai pada 22 Desember 2022 dengan masa pelaksanaan 165 hari kalender) belum selesai hingga melebihi anggaran tahun 2022 oleh CV. Danurwenda selaku penyedia jasa dan CV. Progres Consultant sebagai konsultan pengawasnya.

Sementara, untuk keterlambatan penyelesaian proyek di Era pandemi yang melebihi tahun anggaran, sudah diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) RI nomor 189/PMK.05/2022 Tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 dengan Akhir Tahun Anggaran 2022 dan akan Dilanjutkan Pada Tahun Anggaran 2023.

Mengacu kepada pokok norma tersebut menyatakan apabila berdasarkan penelitian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sisa pekerjaan yang tidak selesai pada akhir tahun anggaran 2022 dapat dilanjutkan penyelesaiannya pada tahun 2023 dengan syarat dan ketentuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 a quo.

Adapun syarat dan ketentuan tersebut antara lain : penyedia barang/jasa yakin menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 90 hari kalender dan membuat Surat Pernyataan Kesanggupan.

Dengan demikian, penggunaan legal back up adalah berupa Surat Edaran (SE) Bupati Nganjuk No. 900/4256/411.402/2022.

Menanggapi hal tersebut, Selaku Pakar Hukum Wahju Prijo Djatmiko kepada detikindo24.com  menyampaikan “langkah-langkah dalam Menghadapi Akhir TA. 2022 adalah kurang tepat. karena Surat Edaran (SE) bukan merupakan produk hukum, itu tak lebih sekedar himbauan saja. Untuk menyikapi terjadinya kasus serupa terhadap proyek-proyek Pemerintah Daerah (Pemda) yang bersumber dari APBD, pihak Pemda bisa menyiapkan sarana hukum berupa Peraturan Bupati (Perbup) dengan catatan produk hukum tersebut harmonis secara vertikal dengan peraturan perundangan-undangan yang ada diatasnya. SE tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum.

Dari perspektif tindak pidana korupsi, hal tersebut belum bisa dipersepsikan adanya perbuatan koruptif karena proyek dalam fase masa perawatan”.jelas Wahju .

Lebih lanjut, Adanya sisa pembangunan proyek yang belum selesai sebesar 30%, penyedia jasa wajib menyerahkan jaminan pada bank (i.e.Bank Jatim). Hal tersebut sesuai amanat Pasal 25 Peraturan Presiden (Perpres) No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, yang telah diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2021. Di sisi lain, terkait dengan keterlambatan penyerahan proyek, maka penyedia barang/jasa tetap dikenakan denda berdasarkan Pasal 79 ayat (4) Perpres No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa atas anggaran proyek tersebut.

“Kedepannya, guna menyiasati tidak terulangnya keterlambatan pelaksanaan dan penyerahan proyek pengadaan barang/jasa pemerintah, sebenarnya Pemda dapat memulai pelaksanaan proyek di awal-awal tahun. Pelaksanaan proyek yang terlalu pendek masa pengerjaaannya beresiko terhadap kemungkinan adanya rendahnya kualitas pengerjaan yang sudah barang tentu berakibat terhadap value for money uang negara dan nilai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Sedangkan adanya kesalahan dalam pelaporan selesainya proyek yang senyatanya belum selesai, dapat diterjemahkan merupakan tindakan maladministrasi yang hal tersebut tidak perlu terulang lagi. Sebagai saran sebaiknya pembangunan fasilitas umum tersebut dilengkapi dengan pagar keliling yang tinggi serta kelengkapan CCTV untuk memastikan agar aset berharga di dalam “rumah pintar” kebanggaan masyarakat Nganjuk tersebut tidak berpotensi hilang” Pungkasnya

Hingga berita ini ditayangkan,media ini belum bisa menghubungi pihak terkait diantaranya selaku Kedua CV yang bertangjawab dalam penyelesaian pekerjaan dimaksut.

Penulis : Pimpinan redaksi detikindo24.com

Soroti Kepemimpinan Kab Nganjuk,Pakar Hukum: Seharusnya Dr Marhein Djumadi di Lantik Bupati Definitif

Nganjuk,Detikindo24.com – Mengingat  Perkara Kasasi Novi Rahman Hidayat yang di tolak oleh Mahkamah Agung nomor: 6017 K/PID.SUS/2022 terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 18/PID.SUS-TPK/2022/PT.SBY telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Mantan Bupati Nganjuk tersebut dijatuhi pidana penjara selama 4 Tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000. Hal ini berkonsekuensi hukum bahwa Novi Rahman Hidayat diberhentikan sebagai Bupati Nganjuk. sebagaimana amar Pasal 78 ayat (2) huruf b UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah diubah beberapa kali, dan terakhir diubah dengan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Pun telah di ketahui bersama, kepemimpinan Novi Rahman Hidayat sebagai Bupati Kabupaten Nganjuk dimulai pada periode jabatan 2018-2023, Adapun dengan didukung Dr Marhaen Djumadi adalah sebagai Wakil Bupatinya.

Namun, selama 3 tahun menjabat, Bupati Novi akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.setelah ditangkap dalam OTT KPK dan Polri beberapa bulan yang lalu.

Dengan demikian, merujuk pada Pasal 6 Ayat (2) dan (1) huruf g jo. Pasal 34 ayat (2) UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang terakhir diubah dengan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Marhaen Djumadi akhirnya dilantik sebagai Pelaksana tugas (Plt) Bupati Kabupaten Nganjuk.

Di terang hal tersebut oleh DR Wahju Prijo Djatmiko kepada Detikindo24.com pada Kamis (09/02/23).

“Plt sifatnya hanya mendapatkan mandat. Wewenang Marhen Djumadi sebagai Plt Bupati Nganjuk hanya sebatas menjalankan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pejabat definitif sebelumnya. Plt tidak berwenang untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (7) UU Administrasi Pemerintahan. Adanya batasan tugas dan wewenang Marhaen Djumadi sebagai Plt bupati ini dapat menyebabkan tidak adanya kebijakan strategis baru yang dapat diambil bagi pembangunan dan pelayanan masyarakat di Nganjuk”. Lanjut Dr Wahju

“Mengingat telah inkrahnya putusan pemidanaan Novi tersebut, seharusnya Dr.Marhein Djumadi segera dilantik sebagai bupati Nganjuk definitif. Tersebut menurut Pasal 173 ayat (1) UU No. 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU, dalam hal Bupati berhenti menjabat karena diberhentikan, maka jabatan Bupati digantikan oleh Wakil Bupati, meskipun sisa masa jabatannya kurang dari 12 bulan. Secara teknispun juga dijelaskan dalam undang-undang tersebut tepatnya pada Pasal 173 ayat (4) yakni dengan cara DPRD Kabupaten Nganjuk menyampaikan usulan pengangkatan dan pengesahan Wakil Bupati menjadi Bupati kepada Menteri melalui Gubernur untuk diangkat dan disahkan sebagai Bupati. Hal ini berbeda dengan pengisian posisi wakil bupati yang dapat ditiadakan apabila sisa masa jabatan kurang dari 12 bulan” Tandas wahju

Perlu diketahui, bahwa sejak dilantik pada 24 September 2018, masa jabatan bupati dan wakil bupati Nganjuk periode 2018-2023 akan habis pada bulan September 2023. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 162 ayat (2) jo. Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 tersebut. Oleh karena itu, Marhaen Djumadi berhak dilantik sebagai Bupati definitif di sisa masa jabatan mulai Febuari–September 2023. Adapun setelah itu, mengingat Pilkada masih tahun 2024, maka kekosongan posisi bupati akan diisi oleh Pejabat (Pj) bupati. Pj bupati berasal dari jabatan pimpinan tinggi Pratama. Jabatan ini berlaku sampai kepala daerah definitif dilantik, sebagaimana ketentuan Pasal 201 ayat (11) UU No. 10 Tahun 2016 di atas.

Red-detikindo24.com

Penulis: pimpinan redaksi

Tidak Ada Lagi Postingan yang Tersedia.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.