Berdasarkan Putusan MK No 3/PUU-XXII/2024 Tegas Melarang Pungutan Biaya Pendidikan di Sekolah
Kab Madiun,Detikindo24.com -Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan larangan keras terhadap segala bentuk pungutan biaya pendidikan di sekolah Negeri, termasuk yang dilakukan melalui skema sumbangan pendidikan oleh Komite Sekolah.
Putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024, yang dibacakan pada 27 Mei 2025, memperkuat prinsip pendidikan dasar gratis yang dijamin konstitusi dan melarang praktek pungutan terselubung khususnya pada jenjang SD dan SMP Negeri di seluruh indonesia.
Putusan MK ini menyatakan penyelenggaraan pendidikan dasar SD dan SMP, serta SMA/SMK Negeri merupakan tanggung jawab negara dan pemerintah daerah. Dengan pembiayaan yang sudah dijamin melalui APBN (BOS) dan APBD (BOSDA/ Subsidi biaya pendidikan), Sekolah tidak boleh memungut biaya dari peserta didik.
Dikutip dari www.lampungcorner.com, Prihal tentang Putusan MK ini, Menurut akademisi universitas Bandarlampung, sekaligus aktivis komite Anti Korupsi (KoAK) lampung dan ketua bidang advokasi dan kampanye forum wali murid kota bandar lampung, Anggalan, S.H., M.H, menegaskan berdasarkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 75 tahun 2016, Komite sekolah memang dapat menggalang dana, namun sifatnya harus sukarela, tidak mengikat,dan tanpa paksaan.
Penentuan besaran nominal sumbangan atau batas waktu pembayaran otomatis mengubah statusnya menjadi pungutan, yang dalam kontek sekolah negeri berarti melanggar hukum dan berpotensi dikategorikan sebagai pungutan liar (Pungli).
“Jika nominal dan waktu di tentukan, itu bukan lagi sumbangan, melainkan pungutan. dan jelas dilarang untuk sekolah negeri,” Ungkap Anggalana,SH, MH, kepada wartawan, Kamis (14/08/2025).
Dirinya menjelaskan putusan MK ini bersifat final And Binding, sehingga pemerintah wajib patuh. Kepala Daerah memiliki kewajiban konstitusional untuk membiayai pendidikan dasar dan menengah gratis, sesuai pasal 49 ayat (1) UU nomor 20 tahun 2023 tentang sistem pendidikan Nasional Yang mengamanatkan minimal 20 % APBD untuk Pendidikan.
“Pengabaian terhadap putusan MK ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik pemerintahan dan pengabaian hak konstitusional warga negara. Ombudsman RI dapat menerima laporan masyarakat, bahkan terbuka peluang gugatan kelas Class Action atas dugaan pelanggaran hak asasi, “tuturnya.
Selain itu, penggunaan dana pendidikan yang tidak sesuai peruntukan dapat masuk kategori pelanggaran UU keuangan negara dan membuka potensi tindak pidana Korupsi . Menteri dalam negeri juga dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada kepala daerah yang tidak mematuhi ketentuan ini.
“Dengan putusan ini, orang tua dan wali murid diharap berani melapor dan menolak jika ada pungutan dari sekolah negeri, baik melalui komite maupun mekanisme lain yang bersifat memaksa. Setiap praktik pungutan dapat dilaporkan sebagai bentuk pelanggaran hukum ke pihak berwenang,” terangnya.
Putusan MK Nomor 3/2024 menjadi pengingat bahwa pendidikan dasar gratis adalah amanat konstitusi, bukan sekadar janji politik. Pelanggaran terhadapnya bukan hanya mencederai keadilan sosial, tetapi juga membuka konsekuensi hukum serius bagi pejabat yang terlibat.
Masyarakat tidak boleh diam. Orang tua harus berani berkata tidak! terhadap pungutan terselubung, berani melapor,dan berani menuntut haknya.
Pendidikan gratis bukan hadiah dari pejabat, melainkan hak yang dijamin oleh konstitusi dan dibiayai dari uang rakyat,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Anggalana, terkait adanya dugaan pungutan biaya pendidikan dalam bentuk sumbangan biaya pendidikan melalui komite sekolah di beberapa sekolah termasuk di Provinsi Lampung, maka perlu kepala daerah dan/atau melalui Dinas Pendidikan untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap pihak sekolah agar tidak terjadi pungutan liar di sekolah.
Apabila hal ini tidak dilakukan, maka kepala daerah terkesan melakukan pembiaran terhadap perbuatan yang melanggar Undang-undang oleh pihak sekolah.






