Detikindo24.com,JAKARTA – Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap penempatan perwira TNI yang aktif di jabatan sipil. Pernyataan itu disampaikan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Masyarakat berharap pernyataan Jokowi bukan hanya sekedar janji, Tapi dapat segera dieksekusi secara komprehensif. Tidak hanya TNI, tetapi juga berlaku untuk Polri. Pasalnya, perwira aktif TNI dan Polri yang menduduki jabatan sipil dinilai bertentangan dengan amanat undang-undang reformasi.
Seperti disampaikan Wakil Ketua Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana mengatakan, selama ini praktik dwifungsi itu tidak hanya terjadi di tubuh TNI, tapi juga Polri.
Makanya, praktik penempatan prajurit TNI-Polri aktif di jabatan sipil banyak dilakukan di pemerintahan Jokowi. Kebijakan Jokowi ini seakan dibiarkan DPR.
Masyarakat sipil mendesak Presiden Jokowi benar-benar mengevaluasi sejauh mana mandat reformasi berjalan sebagaimana mestinya. Khususnya terkait penempatan perwira TNI dan Polri aktif di jabatan sipil yang selama ini dilanggengkan.
’’Presiden dan DPR juga harus melakukan revisi terhadap UU 31/1997 tentang Peradilan Militer,’’ tuturnya. Peraturan itu dinilai menghambat pemberlakuan Pasal 65 UU 34/2004 ayat (2) yang menegaskan bahwa prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono memastikan bahwa instansinya tidak hanya menegakkan hukum. ’’Pembinaan SDM berkualitas menjadi prioritas panglima TNI,’’ ucapnya kemarin.
Namun para pakar hukum dan ilmu politik menyebut bahwa penunjukan perwira TNI dan Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah adalah preseden buruk, karena mengembalikan Indonesia pada era dwi fungsi ABRI di era Orde Baru dan memperkuat kontrol pemerintah pusat ke daerah.