Demi anaknya Bisa Lulus Akpol Lestina Warga Medan Ditipu Oknum Tni Hingga 4 Miliar Rupiah

Demi anaknya Bisa Lulus Akpol Lestina Warga Medan Ngaku Ditipu Oknum Tni Hingga 4 Miliar Rupiah

Medan Detikindo24.com -Demi anaknya lulus Akpol 2023 lalu, Seorang ibu bernama Lestina Barus warga Jalan Parang III Gang Serasi, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan mengaku di tipu diduga oknum anggota TNI sebesar 4 Milyar rupiah.

Pelaku yang diduga Oknum TNI bernama Rasidin Lembeng berpangkat Praka mengaku kepada Lestina saat itu bertugas di wilayah hukum Kodam I/Bukit Barisan.

Korban (Lestina Red-) menyebut, nasib apes yang ia alami terjadi pada awal bulan Oktober 2023 lalu. Yang mana pada saat itu salah satu anaknya mendaftar dan mengikuti tes Akpol di Polda Sumatera Utara (Sumut) sebanyak 2 kali.

“Jadi anak saya ini sudah dua kali tes Akpol, namun tidak lulus. Jadi siapa sih yang tidak pengen anaknya sukses,” ujarnya saat di depan kantor (Direskrimum) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, pada Selasa (25/6/24) sore.

Kronologi kejadian berawal saat Lestina dipertemukan dengan pelaku Rasidin Lembeng oleh seorang wanita bernama Juliana Purba. Lewat jalur orang dalam Juliana Purba mengaku bisa membantu meluluskan anak korban menjadi seorang perwira Akademi Kepolisian (Akpol).

“Dia (Juliana) yang mengatakan sama saya bahwa anaknya lulus masuk Akpol melalui jalur sisipan. Saya pun minta tolong sama dia. Kalau nanti ada lagi, bisa gak ya minta tolong anak saya dimasukkan lagi. Dan dia menjawab iya,” jelas Lestina dengan mata berkaca-kaca.

Selanjutnya pada 5 Oktober 2023, Juliana menghubungi korban dan menanyakan apakah anaknya masih berminat masuk Akpol. Mendengar pertanyaan juliana itu, Lestina mengaku berminat.

“Saya bilang mau, kalau ada jalan. Ada kesempatan kenapa tidak saya bilang. Karena katanya ada. Jadi berapa saya persiapkan uangnya, dia bilang Rp 3 miliar. Saya bilang kalau Rp 3 miliar sekarang gak ada duit saya. Uang saya cuma sedikit kalau saat ini,” ujar Lestina menceritakan percakapannya dengan Juliana purba kala itu.

Karena menurut Juliana uangnya harus dibayar full (genap keseluruhan sebesar 3 milyar), dan karena pembayarannya harus hari itu juga, Lestina pun kemudian berembuk dengan semua pihak keluarga.

Dari hasil berembuk saat itu uang terkumpul sebesar 1,4 Milyar dan dibayarkan kepada Juliana. Dan tepat pada hari yang sama tanggal 5 Oktober 2023, Lestina langsung berangkat ke Jakarta dengan tujuan Magelang.

“Dia bilang bayarnya harus sore ini. Karena ini hari terakhir, ada penerimaan satu lagi jalur sisipan masuk Akpol. Jadi kakak datang ke Magelang bawa uangnya, kwitansi, materai dan anaknya. Sampai di sini, kakak kasih uangnya. Anak kakak langsung masuk, gitulah dibilang Juliana,” ujar Lestina

Setibanya di Magelang, tepatnya pada tanggal 6 Oktober 2023, di hotel tempat Lestina menginap, Juliana kembali mendatangi korban. Di hotel itulah, Lestina menyerahkan untuk yang kedua kalinya uang sebesar Rp 1,6 miliar kepada Rasidin dan Juliana serta bersama seorang wanita lainnya yang tidak ia kenali.

“Pembayaran memang saya cicil. Pertama saya bayar Rp 1,4 miliar disaksikan Juliana, Desy Purba dan Rasiden. Dia (Rasiden) yang menulis surat kwitansi itu 1,4. Seminggu berikutnya saya bayar lagi sama dia karena diminta. Saya bayar lagi Rp 1,6 miliar. Jadi di tambah pembayaran saya kedua, totalnya Rp 3 miliar,” Ungkap Lestina lagi.

Belum juga ada kepastian kelulusan anaknya (Lestina Red-), pada tanggal 30 Oktober 2023, Rasidin kembali meminta uang kepada Lestina 1 miliar. Lestina pun memberikannya dan mendapat bukti transaksi berupa kwitansi ,“Dia (Rasiden) mengganti kwitansi pembayaran saya. Setiap membayar, kwitansi diganti,” paparnya.

Lanjut pada ke esokan harinya tanggal 31 Oktober 2023, Lestina mencoba menghubungi Rasiden untuk menanyakan nasib anaknya. Di dapati jawaban dari Rasiden, dirinya meminta waktu 2 hari lagi untuk diurus.

Namun apa yang terjadi, tak sampai harus menunggu dua hari lagi, pada ke esokan harinya, no Hp Rasidin tak lagi dapat di hubungi hingga akhirnya berita ini dikabarkan.

“Katanya kasih waktu 2 hari. Saya bilang, kalau bisa-bisa, kalau enggak pun gak papa, besoknya gak aktif lagi handphone (HP) nya,” Pungkas Lestina

Hingga berita ini di publis, apakah Praka Rasidin Lembeng benar adanya merupakan Oknum anggota TNI atau hanya mengaku aku TNI Gadungan, media ini belum berhasil mendatangi KodamI/Bukit Barisan. (Ss)

Badan Perbantuan Hukum Pemuda Batak Bersatu Menilai Negara Gagal Berikan Keadilan Perempuan Korban Kekerasan Di Padang Lawas

Badan Perbantuan Hukum Pemuda Batak Bersatu Menilai Negara Gagal Berikan Keadilan Perempuan Korban Kekerasan Di Padang Lawas

Medan,Detikindo24.com // Lebih dari 55 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sejak tahun 2016 sampai 2019, baik itu yang dilaporkan kepada pihak berwenang maupun ke Komnas perempuan. Dikatakan perihal tersebut oleh Tim Badan Perbantuan Hukum Pemuda Batak Bersatu Daniel Sihotang, SH.

Pun, BPH Pemuda Batak Bersatu menyatakan negara masih gagal dalam memberikan keadilan terhadap perempuan korban kekerasan, Khususnya di Padang Lawas, Sumatera Utara pada Pengadilan Negeri Sibuhuan dan Kejaksaan Negeri Padang Lawas serta Kepolisian Resor Padang Lawas.

Berdasarkan catatan Kepala Biro Badan Perbantuan Hukum Pemuda Batak Bersatu Paul J J Tambunan, SE,SH,MH yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terdapat 7.435 kasus KDRT di Indonesia sepanjang 2021. Jumlah tersebut turun 8,26% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 8.104 kasus.

Menurut wilayahnya, Sumatera Utara lah yang menjadi provinsi dengan jumlah kejadian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terbanyak di tanah air, yakni 837 kasus. Posisinya diikuti Sulawesi Selatan dengan 812 kasus KDRT.

Bentuk KDRT diantaranya berupa kekerasan fisik yang mengakibatkan rasa sakit, kekerasan psikis yang mengakibatkan rasa ketakutan dan rasa tidak berdaya, serta kekerasan seksual.

Sementara Korban kekerasan terhadap perempuan tak hanya mendapat perlindungan dan pendampingan mental, melainkan aspek kesehatan dan sosial.

Seperti baru-baru ini kasus KDRT yang terjadi di Padang Lawas yang dialami seorang Perempuan Anggota DPRD dari Partai PDI-Perjuangan yang melaporkan mantan suaminya dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/275/XII/2022/SPKT/PALAS/SU, Tanggal 01 Desember (Pelapor Jenti Mutiara Napitupulu/ mantan istri). Namun dalam Prosesnya sejak dari Kepolisian,  Tersangka tidak pernah ditahan oleh Kasat Reskrim Polres Padang Lawas AKP Hitler Hutagalung, SH., MH dan Penyidik sekaligus PS Kanit PPA Taufik Harianja yang menangani Laporan tersebut.

ahkan Jaksa Penuntut Umum Andri Rico Manurung, SH saat proses tahap II juga tidak menahan Tersangka dan selanjutnya hanya menuntut 1 (satu) tahun Penjara.

Lebih miris lagi Hakim Persidangan Dharma Putra Simbolon selaku hakim ketua, Zaldy Dharmawan Putra dan Rizal Gunawan Banjarnahor yang memeriksa dan mengadili  Perkara Nomor: 71/Pid.Sus/2023/PN Sbh hanya memberikan Putusan Pidana Bersyarat Pidana Penjara Waktu Tertentu (6 Bulan ).

Bukan hanya sampai disitu saja, saat ini Perempuan korban KDRT atas nama Jenti Mutiara Napitupulu juga masih berjuang dengan statusnya yang malah dijadikan Tersangka dalam Laporan mantan suaminya dengan tuduhan KDRT dalam Laporan Polisi Nomor: LP/63/XII/2022/SPKT/SEK SOSA/PALAS/SUMUT, Tanggal 01 Desember 2022 di Polsek Sosa (Pelapor Sakkeus Harahap/mantan suami).

Anehnya dalam penanganan kasus ini, Visum Mantan Suami (laki-laki) hanya dijumpai luka lecet pada tangan sebelah kiri berukuran 3×0,1 Cm, Luka lecet pada tangan sebelah kiri berukuran 2×0,1cm, Luka lecet pada tangan sebelah kiri berukuran 1,9×0,1cm, Luka lecet pada tangan sebelah kiri di dekat pergelangan tangan berukuran 4×0,1 cm.

Sangat aneh jika pihak Penyidik Polsek sosa menjadikan Jenti Mutiara sebagai Tersangka dengan menggunakan Bukti Surat Visum Atas Pemeriksaan Sakkeus Harahap, jika dibandingkan dengan luka yang dialami Jenti Mutiara berdasarkan Hasil Visum dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/275/XII/2022/SPKT/PALAS/SU, Tanggal 01 Desember (Pelapor Jenti Mutiara Napitupulu/ mantan istri), luka yang dialami Jenti Mutiara Napitupulu sebagai korban KDRT menurut pemerikaaan dokter: Dijumpai lebam berwarna kemerahan didaerah pipi sebelah kiri dan kanan Ukuran kanan 😛 : 5cm, L: 1cm, Bengkak Pada mata kiri Ukuran P: 0,5 CM, L: 0,5 CM, Dijumpai Jelas berwarna merah pada leher, Ukuran: P: 5CM, L: 0,5 CM.

Bahwa ditemukan juga dugaan kejanggalan dalam Laporan dan Pengambilan Visum Sakkeus Harahap dalam keterangan PLT Kepala Puskesmas Pasar Ujung Batu, Mantan Suami Jenti Mutiara juga tidak terdaftar di database Pasien atau rekam medis, hanya ada tertulis dibuku surat keluar Pengambilan Surat Visum Tanggal 06 Desember 2022, melalui surat Nomor: 445/3216/IX/2023 Tertanggal 21 September 2023.

Bahwa dalam proses pengeluaran surat visum ini juga terdapat 2 (dua) kali keluarnya surat Visum dengan nomor : 4332 dan 4333 An. SAKKEUS, jelas hal ini merupakan suatu kejanggalan.

Bahwa dulunya juga Perempuan Korban KDRT yang dijadikan sebagai Tersangka oleh Polsek sosa sebelum Laporan Polisi Nomor: LP/63/XII/2022/SPKT/SEK SOSA/PALAS/SUMUT, Tanggal 01 Desember 2022 di Polsek Sosa (Pelapor Sakkeus Harahap/mantan suami), ini dilimpahkan penanganannya ke Polres Padang Lawas, proses pemanggilannya hanya 1 kali undangan wawancara klarifikasi (tahap penyelidikan) namun tidak dapat hadir dikarenakan kondisi psikologisnya yang sangat tertekan, selanjutnya pihak Polsek sosa langsung menerbitkan panggilan sebagai saksi (tahap Penyidikan) dan Jenti Mutiara juga kembali tidak hadir dalam panggilan dikarenakan alasan kondisi psikologis korban KDRT yang dijadikan sebagai Tersangka in.

Kondisi psikologis yang tertekan ini juga dibuktikan dengan adanya Visum Et Repertum Psychiatrycum (Surat Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa) Nomor : VERPsi/295/VIII/2023/RS Bhayangkara tertanggal 28 Agustus 2023.

Bahwa  tanpa adanya panggilan pertama dan kedua Pihak Polsek Sosa pada tahap Penyelidikan maupun Penyidikan Pihak Polsek sosa telah menetapkan Jenti Mutiara seorang Perempuan yang menjadi korban KDRT menjadi Tersangka.

Dari semua kejanggalan diatas, bagaimana penegakan dan penerapan Undang-undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat diterapkan dengan baik, dan para perempuan korban KDRT mendapatkan keadilan, jika Aparat Penegak Hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim tidak dapat objektif dalam memeriksa, dan mengadili suatu perkara KDRT yang saling lapor.

Bahkan surat Komnas Perempuan sendiri sudah mengirimkan surat kepada Kepolisian Sektor Sosa tembusan Kepada Kapolres Padang Lawas dengan Surat Nomor: 019/KNAKTP/PEMANTAUAN/SURAT KLARIFIKASI/VII/2023

Surat kepada Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas Cq JPU yang menangani Pelimpahan berkas dengan Surat Nomor: 082/KNAKTP/PEMANTAUAN/SURAT KLARIFIKASI/X/2023.

Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Sibuhuan Cq. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Nomor: 71/Pid.Sus/2023/PN Sbh, dengan Surat Nomor: 011/KNAKTP/PEMANTAUAN/SURAT KLARIFIKASI/III/2024, tertanggal 1 Maret 2024.

Namun seakan-akan upaya Perlindungan Hukum dari Komnas Perempuan kepada Perempuan Korban KDRT An. Jenti Mutiara Napitupulu tidak dihiraukan atau sia-sia.

Mengingat Tersangka/Terdakwa tidak pernah ditahan sejak di Kepolisian, Kejaksaan hingga di Persidangan di Pengadilan Negeri Sibuhuan.

Selanjutnya Jaksa hanya menuntut 1 (satu) Tahun bahkan hakim memberikan Putusan yang dapat dikatakan sangat ringan yaitu Putusan Pidana Bersyarat Pidana Penjara Waktu Tertentu (6 Bulan ). jika dibandingkan dengan ancaman hukuman dalam surat dakwaan yaitu Pasal 44 ayat 1 UU No 23 Tahun 2004 terdakwa dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, dan pasal tersebut berbunyi “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah.

“dan saat ini Perempuan Korban KDRT An. Jenti Mutiara harus berjuang mencari keadilan karena telah ditetapkan sebagai Tersangka” Ungkapnya

Kami dari Badan Perbantuan Hukum Pemuda Batak Bersatu menyoroti bobroknya penanganan kasus KDRT di Kabupaten Padang Lawas ini, sehingga kami meminta agar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Kapolri Bapak Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Menkopolhukam Sekaligus Ketua Kompolnas Bapak Marsekal TNI (Purn). Hadi Tjahjanto, Jaksa Agung RI Bapak Dr. ST Burhanuddin, SH., MH, Ketua Mahkamah Agung RI Bapak Prof Dr. H.M. Syarifuddin, SH., MH ikut mengawasi dan memberikan Perlindungan Hukum kepada Perempuan Korban KDRT An. Jenti Mutiara Napitupulu. (SS)

Tidak Ada Lagi Postingan yang Tersedia.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.