Hati-Hati,Besi Beton Banci Marak Beredar Dimasyarakat

MADIUN,detikindo24.com – Besi beton merupakan salah satu kebutuhan pokok berbagai pembangunan infrastruktur di indonesia, terutama sebagai pondasi agar bangunan memiliki kekuatan.

Besi beton sendiri memiliki 2 jenis yaitu, Polos dan Ulir. Umumnya Pemerintah telah menerapkan standar kelayakan besi beton atau bisa disebut SNI atau Stadar Nasional Indonesia. yang dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).

SNI adalah standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk berbagai hasil produksi yang dibuat oleh masyarakat Indonesia, baik itu yang diproduksi secara perseorangan maupun yang diproduksi oleh sebuah badan atau perusahaan.

Hal ini ini telah diatur di dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.72/M-DAG/PER/9/2015 yang mewajibkan barang-barang dalam kategori tertentu harus diproduksi sesuai dengan SNI.

Standardisasi besi beton sendiri juga telah diatur oleh suatu lembaga Badan Standardisasi Nasional (BSN), yang mana besi beton sendiri mengacu dengan kriteria-kriteria sebagaia berikut :

• Ukuran Nominal, merupakan ukuran sesuai yang ditetapkan
• Toleransi, merupakan besarnya penyimpangan yang diizinkan dari ukuran nominal
• Diameter Dalam, merupakan ukuran diameter tanpa sirip pada baja tulangan beton sirip
,Sirip Melintang, merupakan setiap sirip yang terdapat pada permukaan batang baja tulangan beton yang melintang terhadap sudut batang baja tulangan beton.

Mengutip dari artikel smsperkasa.com  bahwa  “Standar besi beton SNI untuk industri baja Indonesia berlaku dalam SII 138-1984 yang mengatur perihal Mutu dan Cara Uji Baja Tulangan Beton. Setelahnya terdapat beberapa poin revisi dan diubah menjadi SNI 07-2052-2002 mengenai Baja Tulangan Beton yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional pada tahun 2002.

Revisi-revisi dalam poin standarisasi juga sebenarnya diupayakan untuk memperkecil adanya produk baja tulangan yang tidak sesuai standar atau sering disebut dengan julukan beton banci”

Selama beberapa tahun produk besi beton susah menjadi salah satu kebutuhan pebisnis toko bahan bangunan, karena selain memiliki peputaran yang cepat pebisnis besi beton juga akan mendapat keuntungan lebih. Namun, selain yang ber-SNI  besi banci juga marak beredar di masyarakat.

Hal ini terlihat dari beberapa penemuan di toko-toko sekitar Karisidenan Madiun, kab Tulungagung, dan Kab Trenggalek yang memiliki stock besi banci terutama di wilayah kabupaten. Salah seorang pemilik toko bangunan mengatakan bahwa besi banci yang dijual ditoko bangunan yang biasanya dikenal dengan istilah besi B dan besi asli disebut besi A. Tentunya besi B (banci)harganya lebih murah dari besi A (SNI). Untuk ukuran toleransinya  sendiri variatif. Selain itu ada juga pedagang yang menginginkan untung lebih dengan mengatakan besi banci dengan toleransi lebih dari 0.3 dijual dengan harga setara dengan besi yang sudah SNI padahal modal yang dikeluarkan lebih murah dari besi SNI.

<span;>Salah satu sales besi mengungkapkan bahwa peredaran besi banci bukan rahasia umum, dia sering mendapat orderan besi banci dari toko dengan berbagai ukuran, misalnya saja ukuran besi 8 yang dijual dengan ukuran 7.7 belum toleransi 0,1-0,3 hingga ketemu ukuran sebenarnya hanya 7.0.

Dijelaskan pula cara membedakan besi banci dan SNI, besi SNI selalu menggunakan stempel merk misalnya AB 8 SNI, berbeda dengan besi banci secara fisik ditandai dengan stempel yang hanya bertuliskan P 8 SNI tanpa tertulis merknya. Namun saat ini ad pula besi banci juga menyertakan stempel merk misalnya ABCD 8 SNI padahal besi tersebut 7.0. Untuk membedakanya biasanya besi ber -SNI memiliki sertifikat SNI yang dikeluarkan pabrik ataupun lembaga tertentu.

Sebagaimana diketahui bahwa peredaran besi tentu merugikan masyarakat selain dari segi keamanan bangunan tapi juga dari segi keuangan, sebab dengan pembelian seharga besi SNI tapi mereka memperoleh kualitas dibawah SNI. Selain itu juga telah diketahui bahwa memproduksi dan menyimpan produksi tak ber SNI tersebut melanggar pasal Pasal 8 ayat (1) huruf a UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Reporter : Maria & Khofifah