NGANJUK,detikindo24.com – Kasasi perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penerimaan dan pemberian uang dalam mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk dengan terdakwa Eks Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat telah diputuskan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA).
Berdasarkan penelusuran Redaksi detikindo24.com melalui laman resmi Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI), majelis hakim menolak perkara atas putusan banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan terdakwa Novi Rahman Hidayat.
Amar putusan: JPU dan terdakwa = Tolak, dikutip dari laman resmi MA RI (https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/)
Sekedar informasi, putusan tersebut terdaftar dalam perkara nomor: 6017 K/PID.SUS/2022. Ketua majelis hakim dalam perkara tersebut yakni Dr. H. Suhadi, SH., MH. Sementara hakim anggota yakni H. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum. dan DR Sinintha Yuliansih Sibarani, S.H., M.H.
Putusan tersebut diterbitkan pada Selasa, 8 November 2022.
Menanggapai keputusan atas kasus hukum yang menimpa Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat yang kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung tersebut, Pakar hukum Pidana jebolan Universitas Diponegoro Semarang DR.Wahju Prijo Djatmiko kepada detikindo24.com berpendapat, bahwa dalam hal keputusan ini, Novi Rahman Hidayat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap (incraht)” jelas Wahyu saat berada diruang kerjanya pada hari Sabtu (14/01/23).
Sebagaimana halnya diatur pada Pasal 78 ayat (2) huruf b UU a quo, hal tersebut
berkonsekwensi diberhentikannya Novi Rahman Hidayat sebagai Bupati Kabupaten Nganjuk.
Sehingga mengatensi masyarakat mengarah kepada kedudukan Novi Rahman Hidayat sebagai Bupati yang mengalami kekosongan. Sedangkan kekosongan dalam jabatan kepala daerah dapat berpotensi mengganggu jalannya roda pemerintahan. khususnya terhadap pelayanan kepada masyarakatnya.
Berpendapat Lebih lanjut, menurut Wahju. “Pada dasarnya kekosongan jabatan tidak perlu dirisaukan karena sudah adanya payung hukum yang mengatur hal tersebut, yakni UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU. Dalam hal Bupati berhenti menjabat karena diberhentikan, maka jabatan Bupati digantikan selanjutnya oleh Wakil Bupati.
Selaras dengan Pasal 173 ayat (1) UU tersebut. Secara teknispun juga dijelaskan.
“dalam UU tersebut tepatnya pada Pasal 173 ayat (4) yakni dengan cara DPRD menyampaikan usulan pengangkatan dan pengesahan Wakil Bupati menjadi Bupati kepada Menteri melalui Gubernur untuk diangkat dan disahkan sebagai Bupati melalui paripurna DPRD”tandas wahju
Pada dasarnya pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat terjadi dan disebabkan oleh 3 faktor yaitu, meninggal dunia, permintaan sendiri, dan diberhentikan.
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atas dasar diberhentikan diatur dalam Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UU Nomor 01 Tahun 2022. (Red)